Latest from the journal

Sat Set Bersama JNE : Layanan Berkualitas Melayani Tanpa Batas

Di era perkembangan teknologi saat ini, minat masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas secara praktis yang dilakukan hanya melalui genggaman tangan semakin meningkat.  Hal ini berdampak pada pola konsumsi masyarakat yang cenderung mengalami pergeseran yang signifikan. Dalam kaitannya pada kegiatan dan pola konsumtif tersebut, aktivitas belanja kini tak lagi terbatas secara fisik, tetapi telah beralih ke platform daring yang dapat diakses oleh masyarakat dimana saja dan kapan saja.

Menanggapi kebutuhan tersebut, perusahaan berlomba-lomba menghadirkan berbagai platform digital untuk mendukung kemudahan hidup dan pemenuhan kebutuhan belanja masyarakat sehari-hari. Hal ini ditandai dengan menjamurnya berbagai macam platform belanja daring, seperti Shopee, Lazada, Sayurbox, Astro dan juga Tokopedia. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai sumber bahwa jumlah atau nilai transaksi belanja online masyarakat Indonesia mencapai 487 triliun pada tahun 2024. Kebutuhan belanja yang semakin dinamis ini mendorong masyarakat untuk mencari cara berbelanja yang lebih praktis, efektif, cepat, dan efisien. 



Beberapa hal yang menjadi dasar atau faktor yang digunakan masyarakat sebagai acuan dalam memilih suatu produk ketika berbelanja yaitu :

1. Harga dan Promo 

Tidak dapat dipungkiri harga masih menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia dalam memilih suatu produk. Masyarakat cenderung akan memilih produk dengan harga yang lebih terjangkau dan ramah di kantong. Selain itu berbagai promo potongan harga atau diskon yang ditawarkan juga dapat menjadi daya tarik tersendiri. Tidak heran berbagai penjual dan penyedia layanan menawarkan harga dan promo besar-besaran agar dapat menarik minat pembeli.

2. Kualitas Layanan atau Produk

Selain harga yang terjangkau, tentu masyarakat menginginkan produk atau layanan yang dapat memberikan kualitas layanan secara prima. Kualitas layanan yang baik akan memberikan kesan dan pengalaman yang nyaman dan juga menyenangkan.

3. Brand atau Merk

Produk dengan merek atau brand yang terkenal biasanya lebih dipilih oleh masyarakat karena lebih terjamin akan kualitas mutu yang dianggap sudah terpercaya.

4. Review dari Konsumen Lain

Biasanya sebelum membeli barang atau produk secara online, masyarakat akan lebih dahulu melakukan penilaian terhadap kualitas barang melalui berbagai ulasan yang diberikan oleh konsumen lain. Ulasan yang baik tentu akan mempengaruhi keputusan pembelian masyarakat tersebut.

5. Kecepatan dan Efisiensi Waktu

Di tengah gaya hidup yang serba cepat, waktu adalah aset yang tak ternilai dan sangat berharga. Masyarakat kini menginginkan segala sesuatu berjalan sat set, tanpa harus menunggu terlalu lama. Semakin cepat produk sampai ke tangan konsumen, semakin tinggi pula tingkat kepuasan dan kepercayaan terhadap layanan yang diberikan.


Berbicara soal ketepatan waktu pengiriman, tentu tidak lepas dari peran penting perusahaan pengiriman logistik. Keberadaan perusahan logistik tersebut menjadi komponen utama yang memastikan proses perpindahan produk dari penjual kepada konsumen berjalan dengan lancar, aman dan efisien.




Menurut data Kementerian Perhubungan jumlah perusahaan logistik di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 10% dari tahun 2023. Kenaikan tersebut tentu selaras dan berbanding lurus dengan semakin tingginya transaksi belanja daring masyarakat.



Masyarakat harus pintar dan bijaksana dalam memilih perusahaan logistik yang akan digunakan. Kesalahan dalam pemilihan logistik tentu akan dapat merugikan. Selain rugi waktu, tak sedikit masyarakat yang harus rugi secara materi karena produk yang dikirimkan rusak ataupun hilang ketika dalam proses pengiriman.


Ditengah gempuran menjamurnya perusahaan logistik saat ini, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan masyarakat dalam memilih, diantaranya :

1. Penanganan dan Keamanan dalam Pengiriman Barang

Masyarakat harus memilih perusahaan logistik yang terpercaya dalam hal penanganan dan keamanan pengiriman barang. Mulai dari pengemasan barang yang sesuai standar dan minim resiko hancur atau tertukar hingga resiko kehilangan barang ketika proses pengiriman berlangsung. Jangan sampai masyarakat merasa dirugikan jika hal tersebut terjadi.

2. Kemudahan Pelacakan Pengiriman

Perusahaan logistik harus dapat menyediakan sistem pelacakan yang akurat. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan masyarakat dalam pengecekan posisi dan lokasi pengiriman barang tersebut.

3. Ketersediaan dan Jangkauan Layanan Pengiriman

Perusahaan logistik harus dapat menjangkau ke berbagai daerah. Hal ini tentu berguna bagi masyarakat yang ingin melakukan pengiriman barang khususnya ke area atau daerah terpencil.

4. Jaminan Tepat Waktu

Perusahaan logistik harus dapat berkomitmen dapat mengirimkan barang sampai tujuan secara tepat waktu. 


Menjawab kegelisahan masyarakat akan kebutuhan pengiriman dan jasa logistik, JNE hadir untuk memberikan solusi yang dibutuhkan. Dengan tagline “Connecting Happines”. JNE tidak hanya berperan dalam pengiriman barang melainkan berusaha memberikan rasa aman, nyaman serta bahagia kepada siapa saja masyarakat yang menggunakan jasanya.

Dengan pengalaman selama hampir 34 tahun dalam pengiriman logistik. JNE tumbuh menjadi salah satu perusahaan terkemuka dan dapat diandalkan. JNE memiliki jaringan distribusi yang luas yakni mencakup kurang lebih 83.000 titik tujuan di seluruh nusantara.

Dalam usaha memberikan kualitas serta kepuasan masyarakat, JNE menyediakan berbagai jenis layanan yang dapat disesuaikan oleh kebutuhan masing-masing penggunanya, yaitu :

A. JNE Yes (Yakin Esok Sampai)

B. JNE Reg (Reguler)

C. JNE Oke (Ongkos Kirim Ekonomis)

Untuk mengatasi keresahan masyarakat akan kehilangan barang dan untuk memudahkan masyarakat dalam pengecekan serta pelacakan pengiriman yang akurat, JNE menyediakan JNE tracking yang memungkinkan pengguna dapat memantau status pengiriman barang secara real time. Masyarakat dapat melacak pengiriman melalui situs resmi JNE (www.jne.co.id) atau dapat pula melalui aplikasi MY JNE.



Bagaimana kehadiran JNE dapat memberikan dampak manfaat dan juga solusi dalam hal pengiriman barang juga dirasakan oleh penulis secara pribadi. 

Tiga tahun lalu, merupakan langkah awal ketika muncul niat untuk mencoba berinovasi dalam karir sebagai reseller salah satu brand kue semprong ternama. Berawal dari jualan skala kecil, yakni menjual hanya kepada rekan kerja, lalu mulai memberanikan diri menawarkan produk kepada teman-teman lain melalui sosial media.

Tidak disangka respon yang diberikan cukup positif. Pesanan mulai datang satu demi satu. Kekhawatiran pun sempat terjadi, ketika mendapati permintaan yang berasal dari luar kota. Kekhawatiran muncul dikarenakan produk yang dijual memiliki karakteristik rapuh dan mudah hancur. 

Hingga akhirnya memberanikan diri menggunakan jasa pengiriman JNE YEs. Pengiriman sangat sat set dimana esok hari barang atau kue tersebut dipastikan sudah diterima oleh konsumen dalam keadaan dan kondisi yang baik. Tentu saja hal ini menjadi nilai plus tersendiri. Barang aman konsumen pun senang. 

Dengan komitmen melayani tanpa batas JNE tumbuh menjadi mitra dan solusi logistik yang siap sedia bagi siapa saja yang hendak melakukan berbagai pengiriman ke seluruh pelosok negeri.

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Cinta ‘Tak Semanis Kelapa Moka


Cinta ‘Tak Semanis Kelapa Moka

“Selamat siang. Selamat datang di resto kami.” Pegawai restaurant yang mengenakan seragam berwarna merah begitu hangat menyambut para tamu termasuk Nadia.
“Saya mau meja yang dekat pinggir pantai, bisa?”
“Untuk berapa orang?”
“Dua!”
“Sebentar saya lihat dulu.” Pelayan yang bernama Imron memberi kode kepada temannya untuk memeriksa, apakah tempat yang diinginkan Nadia masih tersedia.
“Mari. Ikut saya.”
“Mau langsung pesan? Kami ada menu...”
“Pesannya nanti aja!” belum sempat Imron menjelaskan nadia sudah memotong penjelasannya.
Setengah jam berlalu.
Nadia masih sendiri. Belum satupun menu ia pesan. Ia sibuk menghubungi seseorang melalui ponsel.
“Maaf mbak. Sudah mau pesan?” kali ini pelayan bernama Meta yang menghampiri.
“Es kelapa moka.”
“Baik. Tunggu sebentar.”
Minuman pesanannya tiba. Nadia masih sibuk dengan ponselnya.  Kali ini raut wajahnya sedikit berubah. Gurat-gurat kecewa mulai terlihat.
Hampir satu jam nadia disana. Seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang.  Kelapa moka kini hanya tinggal sebuah gelas kosong.
Tidak lama kemudian Nadia meninggalkan resto dengan raut wajah sedih dan kecewa.
Keesokan harinya.
Ditempat yang sama dan waktu yang sama. Nadia kembali mengunjungi resto yang terletak di pinggir pantai itu. Nadia yang hari itu mengenakan kaos berwarna biru muda dan rok berwarna putih, terlihat sangat cantik.
“Saya mau meja dekat pinggir pantai.”
“Mari. Saya antar.”
“Silahkan. Mau pesan apa?”
 “Es kelapa moka satu.”
“Baik. Tunggu sebentar yah.”
Rasa manis dan segarnya es kelapa moka ditambah pemandangan laut yang indah seakan mengobati sedikit kekecewaannya. Terdengar lagu Diamond milik Rihanna. Ponsel Nadia bordering. Lumayan lama ia berbicara di telepon.
Setengah jam kemudian Nadia menyudahi perbincangannya. Raut wajah kecewa kembali hadir. Kali ini ditambah dengan tetesan air mata. Nadia menangis. Dengan tergesa Ia meninggalkan resto.
Hari ketiga.
Nadia kembali datang di restaurant Buana Beach. Kali ini dengan waktu yang lebih telat dari biasanya. Selepas magrib Ia baru tiba. Kemeja merah dengan celana hitam menjadi pakaian pilihan nadia kala itu. Nadia kembali memesan tempat yang biasa dan menu yang biasa. Seakan tidak ada yang berubah kecuali warna dan model pakaian yang Ia kenakan.
“Gw perhatiin tuh cewek udah beberapa hari ini kesini mulu deh.” ujar Imron sambil melihat ke arah meja Nadia.
“Bagus dong. Berarti Dia pelanggan setia.” Deva mengomentari.
“Gw perhatiin. Dia kalo pulang dari sini pasti mukanya sedih.”
“Lo kebanyakan merhatiin orang! Kerja kerja!” Deva menjitak Imron. Wajah Imron manyun oleh komentar Deva.
“Va, lagi sibuk, gak?”
“Gak juga, nis.”
“Bantu gw anter pesanan meja tujuh dong. Gw mau beresin pecahan gelas dilantai dua.”
Deva mengambil nampan berisi es kelapa moka pesanan Nadia.
“Permisi. Ini minumannya.” Deva tersenyum ramah.
“Makasih!” jawab Nadia singkat.
“Suka es kelapa moka ya, mbak?” Nadia melihat Deva dan kemudian mengangguk.
Diam-diam Deva juga suka memperhatikan Nadia. Wanita berparas cantik itu memang mampu mencuri perhatian orang di sekitarnya.
Pukul delapan malam.
Nadia masih dan selalu sendiri. Kursi dihadapannya seakan dibiarkan kosong. Nadia masih dengan ponselnya. Ia mencoba menghubungi seseorang tetapi tidak mendapat jawaban. Ia pergi dengan wajah yang kecewa.
Pukul sepuluh malam.
Resto telah tutup. Meja dan kursi telah diangkat dan dirapihkan. Karyawan bersiap pulang.
“Deva. Pulang sendiri yah? Mau dong bareng.” Tiwi menggoda.
Deva tidak menjawab. Ia hanya melemparkan senyuman. Ia sudah terbiasa digoda seperti itu. Wajahnya yang imut dan kulitnya yang putih memang menjadi perbincangan dikalangan karyawan wanita.
“Kamu pulang sama aku aja, Wi.” Imron gak mau kalah saing.
“Emooooohhhhhhhhh!”
Deva mengendarai motornya dengan perlahan. Ia merasakan kantuk yang luar biasa. Ketika akan keluar arena pantai timur, Ia melihat seorang wanita tengah duduk di ayunan pinggir pantai. Seseorang yang sepertinya Ia kenal.
“Belum pulang? Udah malem.”
Wanita tersebut adalah Nadia. Nadia terkejut mendapati pelayan resto kini berdiri disampingnya.
“Lo sendiri kenapa gak pulang? Kenapa malah berdiri disini?” ujar Nadia ketus.
“Gak baik malem-malem sendirian disini.”
Nadia terdiam. Ia menatap Deva sesaat kemudian berlalu menuju mobilnya meninggalkan Deva sendiri.
Dipandanginya Nadia. Deva seperti mampu merasakan yang apa dirasakan oleh Nadia. Meski Ia tak tahu itu apa.
Keesokan harinya.
“Ron, cewek yang suka duduk disitu kemana, ya? Biasanya jam segini Dia udah dateng.”
“Ah, lo kebanyakan merhatiin orang. Kerja sono!” Imron membalas perkataan Deva waktu itu.
Lima hari berselang Nadia tak kunjung datang. Sejak malam itu Deva mengkhawatirkan keadaan Nadia. Walaupun Ia tak mengenalnya.
“Va, tadi cewekmu dateng.” Imron membuka obrolan.
“Hah? Siapa?”
“Ih, itu si kelapa moka. Tadi pagi Dia kesini.”
“Tadi pas gw beresin meja, gw nemuin ini.” Imron menyerahkan dompet kulit berwarna cokelat.
“Kamu aja yang balikin. Gw ora pede ketemu cewek cantik sendirian. Didalem dompet ada alamatnya, kok.”
Hari jumat Deva mendapat jatah libur. Ia berniat mengembalikan dompet Nadia yang tertinggal.
Pukul sepuluh pagi Deva sudah tiba di alamat yang tertera. Sebuah komplek apartement mewah ternyata. Berbekal tanya ke satpam. Deva sampai di depan pintu apartement Nadia yang berada di lantai tujuh.
Berkali-kali Ia memencet bel, tetapi tak ada satu orangpun yang membukakan pintu. Satu jam Deva menunggu. Ia memutuskan pulang dan menitipkan dompet tersebut kepada satpam.
Pukul delapan malam.
“Mbak Nadia. Ini ada titipan.”
“Darimana, Pak?”
“Katanya dari pelayan resto ayunan pantai.”
Nadia sempat berpikir. Namun, akhirnya Ia tahu siapa yang dimaksud.
Nadia benar-benar tidak pernah muncul lagi. Deva berharap Nadia datang untuk berterima kasih. Tapi ternyata....
Lima bulan berlalu.
“Permisi. Saya bisa ketemu sama pegawai yang waktu itu ngembaliin dompet saya?”
“Siapa yah?”
“Pegawai yang lima bulan lalu nemuin dompet ini.” Nadia menunjukkan dompetnya.
“Maaf. Saya gak tau, mbak.”
Nadia mencari sosok Deva di dalam resto. Namun, Ia tidak melihatnya.
“Mbak. Tunggu!”
Nadia menoleh.
“Mbak, si kelapa moka kan?”
Nadia mengernyitkan dahi.
“Eh, maaf. Mbak yang suka kesini pesen kelapa moka beberapa bulan yang lalu, kan?”
“Mbak, cari Deva yah? Dia yang ngembaliin dompet mbak waktu itu.”
Imron memberitahukan Deva kini sudah tidak lagi bekerja di resto. Sebulan lalu Ia dipecat karena terlibat perkelahian ketika ingin melerai pengunjung yang berkelahi. Pengunjung tersebut tidak terima dan meminta Deva dipecat.
“Mbak ke alamat ini aja. Dia tinggal disini.” Imron memberikan secarik kertas.
“Permisi.” Nadia mengetok pintu sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana.
“Iya. Sebentar.” terdengar jawaban dari dalam rumah.
Pintu rumah terbuka.
“Kamu????!” Deva tercengang ketika di hadapannya berdiri wanita yang selama lima bulan ini Ia tunggu kehadirannya.
“Hey. Apa kabar? Ehm, mungkin ini udah telat banget. Tapi, gw mau ngucapin makasih soal dompet waktu itu.”
“Iya. Resto hampir aja tutup karena es kelapa moka udah gak ada yang pesen lagi.” Mereka tertawa. Deva mengamati Nadia. Ia seperti merasakan rindu terhadap wanita berambut panjang ini.
“Kok gak pernah ke resto lagi?”
“Maaf. Gw harus pulang!” Nadia menghindar.
Seminggu kemudian.
Deva mencoba menemui Nadia di apartementnya.
“Permisi.”
“Lo? Ada perlu apa kesini?”
“Kayanya gw udah bilang makasih kan waktu itu?”
Belum sempat Deva menjawab terdengar suara tangisan bayi. Deva tetap sabar menunggu di depan pintu. Ia ingin sekali masuk. Namun, adat kesopanan membuatnya enggan melakukan hal tersebut.
“Lo masih disini? Ayo masuk deh!”
Nadia mempersilahkan Deva duduk. Mereka duduk berhadapan. Suasana bisu dan hening sempat tercipta.
“Tadi itu anak gw. Usianya baru sebulan.”
“Maaf. Saya gak tau kalo kamu udah nikah.”
“Enggak pernah ada pernikahan.”
Raven adalah pria yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Raven berjanji menemui Nadia. Namun akhirnya Ia menolak bertemu dan menikahi Nadia. Raven yang berkebangsaan Belgia melarikan diri dan menghilang begitu saja. Bayi perempuan Nadia yang terlahir premature tersebut diberi nama Vey.
Deva terdiam. Ia tidak tahu harus berkomentar apa. Deva merasa simpati.
Beberapa kali Deva mengunjungi Nadia dan Vey. Ia pernah membawakan Vey sebuah boneka sapi yang sangat besar. Tidak hanya boneka dan benda lainnya. Deva juga memberikan perhatiannya kepada Vey dan tidak ketinggalan Nadia.
Dua bulan berselang. Perasaan Deva kian campur aduk. Ia semakin tidak bisa menepis perasaanya. Lebih dari simpati dan Deva tahu benar akan hal itu. Namun, bagaimanakah dengan Della? Sebenarnya Deva telah memiliki seorang kekasih. Sudah enam bulan hubungan tersebut terjalin. Setelah melalui berbagai pertimbangan, Deva memutuskan hubungannya dengan Della. Deva meyakini perasaan yang Ia punya hanya untuk Nadia.
“Nad, aku mau ngomong.”
“Mau ngomong apa? Serius banget?” Nadia tersenyum.
“Aku emang mau serius sama kamu. Aku cinta sama kamu, Nad.”
“Jangan becanda deh Deva.”
Deva meraih tangan Nadia.
“Aku gak lagi becanda. Aku jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali liat kamu di resto. Senyum kamu, es kelapa moka dan semua hal tentang kamu, gak bisa sedikitpun hilang dari kepala aku.”
Deva kini berlutut.
“Aku terima kamu apa adanya. Aku gak peduli masa lalu kamu. Aku cinta kamu tulus, Nad.”
Apa yang baru saja dikatakan Deva membuat Nadia terenyuh.
“Maaf. Aku... Aku gak bisa, Va.”
“Kamu memang buat aku nyaman. Kamu pria yang baik. Tapi maaf, ada orang lain yang lebih dulu hadir sebelum kamu dan aku udah pilih Dia.”
Deva menangis.
“Kalo waktu bisa diputar. Seandainya kamu bisa datang lebih cepat, mungkin semua berbeda.”
“Sekali lagi maaf.”
Deva melepaskan genggamannya. Ia tertunduk lemas.














Cerita Cinta Naya

Cerita Cinta Naya

Tuhan memang satu. Kita yang tak sama...” Penggalan lagu milik Marcel yang berjudul Peri Cintaku samar-samar mengalun indah di kamar Naya.
“Galau lagi?”
“Kak, lo bisa gak sih masuk kamar gw ketok dulu?!” Naya buru-buru merapihkan tisu yang berserakan dikasur. Matanya terlihat sembab.
“Lo gak ada kerjaan lain yah selain ngegalau gara-gara Billy?”
“Diem deh!” Naya melempar bantal ke arah Arni.
“Dipanggil mama, tuh. Lo disuruh sarapan.”
“Gw gak laper!” Naya tegas menjawab.
“Ceileh. Mogok makan nih ceritanya? Kalo tiap ngambek lo mogok makan gini, mama bisa ngirit beras, tuh.” Arni tertawa geli.
“Rese lo, Kak! Keluar sana, ah. Gw mau sendiri!” Naya segera mengunci pintu kamarnya. Lagu milik Marcel yang menjadi lagu kebangsaan Naya, terdengar semakin kencang.
Setelah hampir semalaman Naya berdiam diri dikamarnya. Akhirnya Ia keluar juga.
“Eh, keluar juga toh. Gw kira mau ngerem sampai besok.”
“Kok sepi? Mama kemana, Kak?”
“Makanya jangan ngambek mulu. Mama lagi ke rumah tante Emma.”
“Bagus deh. Gw mau keluar sama Billy.”
“Belum juga damai udah ngajak perang lagi.”
“Bodo! Gw jalan yah, sayang.” Naya mencubit pipi kakaknya yang tengah asyik menonton dvd.
“Semalem rebut lagi sama Mama?”
Naya mengangguk. Mulutnya penuh dengan nasi dan bebek goreng kesukaannya. Akibat ngambek semalam, Naya terpaksa mogok makan. Kini cacing dalam perutnya mulai berontak.
“Aku bilang juga apa. Kamu sih ngotot aku suruh ngomong sama Mama.”
“Terus ini kamu bisa keluar gimana caranya?”
“Mama lagi ke rumah tante Emma. Dirumah cuma ada Kak Arni.”
“Cepet abisin makanannya! Terus kita pulang!” Billy sedikit membentak.
“Kamu kenapa sih ditekuk gitu mukanya? Udah gitu diem aja dari tadi keluar mol.”
“Tanya aja sama Mama kamu.”
“Kok jadi nyalahin Mama?”
“Naya stop! Aku capek bahas ini terus!”
Sepanjang jalan Billy tetap membisu. Wajahnya tampak begitu kesal.
Sesampainya dirumah. Arni masih sibuk menonton dvd yang ia sewa cukup banyak sepulang kerja kemarin.
“Kak, lo bantuin gw dong ngomong ke Mama.”
“Gw harus ngomong apaan? Lo kaya gak tau Mama aja. Mama itu keras.”
“Ngomong soal Billy. Gw heran deh kenapa sih Mama jadi lebay gitu tentang hubungan gw sama Billy?”
“Karena lo sekarang udah gede.” Arni lalu mengambil toples berisi kue kacang.
“Tapi, gw sama Billy udah lama pacaran. Udah mau tujuh tahun loh, Kak.”
“Gw ngerti. Tapi, kan lo juga tau ada hal yang gak bisa dipaksain dari hubungan lo sama dia.”
Naya diam. Ia seakan mati kutu kalau sudah membahas hubungannya dengan Billy. Naya menjalin hubungan ketika mereka masih sama-sama berseragam putih-biru. Meski tidak semulus jalan tol dan putus nyambung berkali-kali, Naya tetap tidak rela dunia-akhirat kalau harus disuruh putus dari Billy. Perbedaan keyakinan menjadi masalah utama dalam hubungan mereka.
“Naya. Ayo, Sarapan.” Suara Mama terdengar dari bawah.
“Naya sarapan dikampus aja.” Naya mencium pipi Mama dan kakaknya lalu berangkat kuliah.
“Masih ngambek dia rupanya?”
Arni mengangkat bahu.
Siang itu matahari begitu terik. Dengan langkah lungai Naya tiba dirumah.
“Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam. Tumben kamu udah pulang?”
Naya tidak menjawab.
“Naya. Sini sebentar, Nak. Mama mau ngomong.”
“Kamu masih ingat Echa? Ternyata sekarang dia kerja di kantor om Bram. Kapan-kapan kalian ketemu, yah?”
Naya menangkap tanda-tanda perjodohonan terselubung dalam pembicaraan ini.
Hari minggu. Hari dimana Mama, Arni dan Naya lengkap berada dirumah.
“Ada acara apaan, Nay? Kok banyak banget makanan? Tumben tuh meja depan dikasih taplak?”
“Gak tau. Obama mau mampir kali.” Naya sibuk memencet remote tv.
“Haduh-haduh. Ini anak kok udah jam segini masih pada piyamaan? Bukannya pada mandi malah ngerubung disini, sih?”
“Ada apaan sih, Ma?” Arni penasaran.
“Surprise. Kalian mandi terus dandan yang cantik, yah.”
“Nay, gw curiga Mama lagi naksir orang deh.” Arni semakin penasaran.
Jam dua siang. Tamu yang dinanti-nanti Mama pun tiba. Arni dan Naya terkejut. Ternyata tamu istimewa hari itu adalah Echa dan keluarganya.
“Kapan-kapan main lagi kesini. Ajak Naya jalan-jalan.” Mama mengakhiri perbincangan sebelum Echa dan keluarga pulang.
“Kok lo gak bilang mau dijodohin sama Echa?”
“Tau, ah!” Naya cemberut.
“Kalo lo gak mau, buat gw aja. Gak apa-apa deh gw ma brondong. Ganteng. Mapan pula.” Pipi Arni merah merona.
Singkat cerita usaha perjodohan Naya dan Echa gagal. Naya menolak setiap kali Echa mengajaknya jalan. Bahkan ia sering sembunyi, jika Echa mampir ke rumah. Justru Arni kini yang terlihat dekat dengan Echa.
“Kak, kemarin gw ketemu Agung. Terus dia lagi pdkt nih sama gw.”
“Agung siapa? Agung Hercules?” Arni cekikikan sendiri.
“Ishh. Itu loh Agung kakak kelas gw waktu di SMA. Dulu dia pernah bilang suka sama gw. Eh dia malah pindah sekolah.”
“Yaudah terima aja kalo dia nembak lagi.”
“Billy mau gw kemanain?”
“Kasih kucing!”
Kini Naya punya kegiatan baru. Selain jalan sama Billy. Diam-diam Naya sering ketemuan sama Agung. Berbeda kampus dengan Billy, memudahkan Naya untuk menemui Agung.
“Kak, tadi agung bilang sayang sama gw.”
“Paling juga ujungnya lo tolak. Sama nasibnya kaya cowok-cowok lain yang pernah pdkt ma lo.”
“Eh, gak juga kok.”
“Lo mau terima? Terus lo mau putus sama Billy?”
“Gak juga. Gw gak putusin Billy. Gw gak terima Agung. Adil, kan?”
“Lo mau dua-duanya? Serakah!!!”
Keesokan harinya.
“Jawaban kamu gimana, Nay?” cowok berlesung pipi ini meminta jawaban atas pernyataannya kemarin.
“Aku belum bisa jawab. Kamu tau kan aku sama Billy gimana? Aku butuh waktu yang tepat.”
“Aku akan tunggu sampai kamu siap ngelepas Billy.”
Sebuah ciuman hangat mendarat di kening Naya.
Sebenarnya Naya juga punya perasaan yang sama tehadap Agung. Namun, ia masih ragu harus memilih siapa. Meski Billy posesive, sok ngatur, egois dan cemburuan, Naya tetap gak rela ngelepasnya. Berbeda dengan Billy, Agung lebih pengertian dan membebaskan naya berteman dengan siapapun. Agung juga selalu mendukung apapun yang Naya lakukan. Agung termasuk laki-laki yang cerdas. Dan yang paling penting adalah ia seiman dengan Naya.
Setahun kemudian. Naya masih dengan perasaan bimbangnya. Kali ini ditambah dengan rasa bersalah.
Dua bulan lalu, Agung kembali menanyakan kepastian hubungannya dengan Naya. Naya masih dengan jawaban yang sama dan menggantungkan hubungan dan perasaanya dengan Agung. Semenjak itu, Agung mulai mundur dan menghindar. Naya merasakan kehilangan yang luar  biasa. Naya sempat meyakinkan Agung, bahwa ia akan menyelesaikan hubungannya dengan Billy. Namun, tidak pernah ia buktikan.
“Mami sama oma nanyain lagi masa depan hubungan kita.”
“Terus kamu bilang apa?”
“Kamu udah tau kan konsekuensinya apa? Aku gak mau pindah. Kalo kamu serius, ayo ikut aku. Kamu yang pindah.” Billy berusaha tenang membicarakan kelanjutan hubungannya dengan Naya.
“Pindah? Bisa digantung aku sama Mama, Bebh”
“Sekarang putusin mau kamu kaya gimana? Cape kan pacaran kaya gini. Percuma kita pacaran lama, tapi ujungnya gak jelas!” Billy mulai emosi. Nada suaranya meninggi.
“Kamu mau hubungan ini lanjut atau enggak? Itu aja intinya. Kalo kamu mau serius, aku siap. Tapi kalo enggak, mending kita selesaikan semua baik-baik.”
Naya menangis sejadi-jadinya.
Dua bulan kemudian Billy mengambil keputusan. Ia memilih tidak melanjutkan hubungannya dengan Naya dengan alasan masalah keyakinan yang selalu menemui jalan buntu. Keputusan Billy membuat Naya patah hati. Tidak hanya patah, tapi mungkin remuk dan lebur.
Lima bulan berjalan. Naya mencoba untuk move on. Ia mulai mencoba menghubungi Agung lagi.
Makasih ya Nay. Kamu udah pernah jadi yang spesial untuk aku. Maaf aku pilih mundur. Aku harap kamu bisa bahagia dengan Billy. Aku sekarang udah punya seseorang. Aku harap dia bisa gantiin posisi kamu.”
Pesan singkat yang diterima Naya ketika menanyakan kabar Agung membuatnya semakin merana.
“Nyesel kan lo sekarang? Coba aja dulu lo bisa tegas sama perasaan lo. Mungkin gak akan hilang semuanya.”
Naya menghela nafas. Dalam hati ia membenarkan perkataan Arni.







Sebait Puisi untuk Ibu

Jika tetes air mampu mewakili perasaanku kepadamu
Maka Samudera pun tak akan pernah cukup.
Jika kata-kata mampu mengungkapkan bagaimana aku mencintaimu cintaku.
Maka sejuta bait puisi pun tak akan cukup.
Jika bintang-bintang mampu mengungkapkan bahagiaku melihat senyummu.
Maka ribuan galaksi bintang diatas sana pun tak akan cukup

Karena ...
aku menyayangi ibuku lebih dari luasnya samudera.
aku menyayangi ibuku melebihi apapun.

Selamat Hari Ibu
Doamu berkah untukku
Senyummu semangat untukku
Bahagiamu tujuan hidupku

Jika ada kata lebih indah dan agung dari sebuah ungkapan terima kasih.
Akan kuberikan untukmu.

Terima kasih ibu.
Terima kasih ibu
Terima kasih ibu

Pengaruh Perkembangan Budaya Barat Terhadap Pergaulan Bebas Dunia Remaja


Dibalik Perkembangan Budaya Barat dan Teknologi Terhadap Pergaulan Bebas Remaja 



Budaya sering didefinisikan sebagai warisan bangsa. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Budhayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhhi yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi,budaya pun kian berkemban, terutama di Negara kita, Indonesia. Saat ini, tidak hanya budaya dari negeri kita sendiri, tetepi kini mulai masuk dan berkembang juga budaya yang berasal dari luar seperti budaya barat.

Dengan masuk dan berkembangnya budaya barat, maka kita harus pintar-pintar memilih serta mampu menyaring budaya tersebut. Karena tanpa kita sadari ternyata tidak semua budaya yang berasal dari luar tersebut, baik untuk kita, terutama remaja.
Kenapa remaja? karena pada saat remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa itulah, remaja seolah mencari jati diri. Remaja cenderung lebih mudah larut dalam arus modernisasi. Selain itu remaja juga cenderung menjadi pengikut dan meniru dari keadaan sekelilingnya. Sesuatu yang baru dan terkesan modern, merupakan hal yang menarik bagi remaja.
Jika remaja tidak mampu menjaga dirinya dan tidak mampu menyaring budaya yang ada, maka mereka akan terjerumus ke dala pergaulan yang tidak baik, yaitu pergaulan bebas, seperti free sex, penggunaan obat terlarang dan Alcohol.
Pergaulan bebas itu sendiri dapat diartikan sebagai proses bergaul dengan orang lain tetapi terlepas dari norma yang mengatur pergaulan. Pergaulan bebas tidak mengenal batas-batas pergaulan.
Selain karena faktor berkembangnya budaya barat yang tidak sesuai dengan norma, pergaulan bebas dapat disebabkan juga oleh pengaruh teman dan lingkungan. Tanpa kita sadari, lingkungan dapat membentuk pribadi kita. Dengan siapa kita bergaul, juga menjadi hal penting. Karena jika kita bergaul dengan teman dan lingkungan yag salah, maka mungkin kita akan terbawa dan terjerumus kedalam lingkungan tersebut.


Pengaruh teknologi juga merupakan faktor yang menjadi salah satu pendorong berkembangnya pergaulan bebas dikalangan remaja. Teknologi yang semakin maju, selain ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat teknologi seperti handphone dan lainnya, dengan semakin berkembangnya teknologi, dimana internet termasuk didalamnya, maka berarti akan semakin banyaknya "situs-situs" yang beredar. Tidak tegasnya pemerintah terhadap keberadaan situs tersebut, memudahkan remaja bahkan anak-anak untuk mengakses.

  • Penanggulangan Pergaulan Bebas
Untuk mencegah dan menanggulangi pergaulan bebas yang saat ini sudah sangat menghawatirkan, maka langkah yang sebauknya dilakukan adalah :
1. Budaya barat dan pergaulan yang tidak sesuai dengan norma dan ajaran agama, bisa remaja cegah dengan mendekatkan diri dengan Tuhan, karena jika remaja tersebut mempunyai pengetahuan agama yang baik, maka mereka akan merasa takut untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan.
2. Remaja harus pintar memilih serta menyaring budaya dan teknologi yang masuk. selain itu remaja harus pandai bergaul. Pandai disini dapat diartikan bahwa remaja tersebut harus bisa memilih mana teman dan lingkungan yang bermanfaat untuk mereka.
3. Orangtua dan keluarga mempunyai peranan yang sangat penting karena dari rumah dan keluarga itulah karakter remaja tersebut dibentuk. Orangtua harus memberikan pemahaman akan budaya, teknologi serta pergaulan yang saat ini berkembang.

Oleh : Irni Ristika Sari

Childreen On the Street

Ditulis oleh : IRNI RISTIKA SARI
KELAS : 4EA10
NPM     : 10208659



Tak Ada Lagi Masa Anak-Anak Untuk Kami, Anak Jalanan.


     Masa anak-anak adalah masa yang sangat menyenangkan. Dimana hanya ada tawa dan canda. Dimana mereka bebas bermain serta bebas berimajinasi dengan khayalan dan cita-cita masa kecil mereka. Bebas dan belum ada beban, itulah gambaran nyata tentang dunia anak-anak.
    Tapi kini, semua itu seolah hanya jadi sebuah mimpi bagi sebagian anak di Jakarta. Seperti yang kita semua tahu, bahwa kini, banyak sekali anak-anak kecil yang berkeliaran di jalan raya, untuk mencari rezeki dari orang-orang yang berbaik hati dan iba terhadap mereka.
    Anak-anak itu dipaksa untuk bekerja untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan akan perut-perut mereka yang lapar. Mereka dipaksa mengamen, berjualan Koran, menyemir sepatu bahkan tidak jarang mereka dipaksa untuk mengemis.
    Dimana orangtua mereka? Mengapa mereka membiarkan anak-anak mereka berjuang di teriknya matahari dan kejamnya jalan ibukota?
    Mungkin pertanyaan-pertanyaan itulah yang terbesit ketika kita melihat anak-anak itu.
    Keceriaan seolah hilang. Mereka yang seharusnya berada di sekolah justru harus merasakan debu-debu jalanan. Berjuang demi kebutuhan keluarga mereka.
    Miris memang. Karena tidak seharusnya mereka memikul beban seberat itu. tidak seharunya mereka menanggung semua itu.
    Itu bukan tanggungjawab mereka. Orangtua mereka lah yang seharusnya bertanggung jawab untuk membiayai kehidupan mereka. Bertanggung jawab mencari nafkah. Bertanggung jawab untuk menyekolahkan mereka. 
    Orangtua mereka juga seolah tidak punya pilihan. Keadaan ekonomi yang jauh dari cukup adalah alasan mereka mempekerjakan anak-anak mereka. Minimnya pendidikan dan lapangan kerja memaksa orangtua mereka untuk seolah pasrah dengan kehidupan.
    Seandainya lapangan kerja itu ada untuk para orangtua anak jalanan, mungkin anak-anak jalanan itu tidak akan kehilangan dunia mereka, Dunia Anak-anak.


Kami Juga Ingin Sekolah. (Suara Hati Anak-Anak Marjinal)

Ditulis Oleh : Irni Ristika Sari
Kelas          : 4EA10
NPM          : 10208659

Kami Juga Ingin Sekolah.
 (Suara Hati Anak-Anak Marjinal) 


      Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan tidak hanya membuat kita menjadi pintar tapi dapat membuat hidup kita menjadi terarah. Dengan pendidikan, kita dapat mewujudkan segala mimpi dan cita-cita. Pendidikan formal dimulai ketika kita duduk dibangku sekolah dasar sampai dengan tingkat sekolah menengah atas (SMA).
      Tapi tahukah kita? Bahwa di Negara kita, di Negara yang katanya kaya ini, Negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah, ternyata masih banyak penerus bangsanya yang belum atau mungkin tidak pernah merasakan seperti apa pendidikan formal. Mereka tidak pernah merasakan bagaimana rasanya bersekolah. Bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena keadaan yang memaksa mereka untuk melupakan segala mimpi dan cita-cita.
     Seperti yang kita ketahui, bahwa masalah kemiskinan seolah menjadi masalah utama di Negara ini. Faktor kemiskinan jugalah yang membuat ratusan anak Indonesia, buta akan dunia pendidikan. Mereka dibiarkan seharian berada dijalanan untuk mencari nafkah, untuk mengisi perut-perut mereka yang lapar. Mereka seolah kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Padahal bukankah “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan?”. Lalu bagaimana dengan mereka? anak-anak Indonesia yang hidup di jalanan, anak-anak marjinal yang terlahir dengan kondisi ekonomi yang tidak mencukupi. Apakah mereka tidak layak mendapatkan itu semua?. Ironis.
      “Kami juga ingin sekolah!”. Kalimat itu mungkin sering diucapkan oleh anak-anak jalanan dan anak-anak kaum marjinal tersebut. Tanpa kita pernah dengar dan tanpa kita semua tahu.  
Seiring berjalannya waktu, kesempatan mereka untuk mendapatkan atau mungkin hanya sekedar mengenal pendidikan seakan semakin tertutup. Mahalnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun merupakan penyebab utama. Terkesan bahwa anak-anak dari kaum marjinal tidak berhak mendapatkan pendidikan.
     Padahal Sejak 2009, pemerintah mengklaim telah memenuhi amanat UUD 1945 dengan mengalokasikan minimal 20 persen APBN untuk bidang pendidikan. Meski total dana pendidikan minimal sekitar Rp 200 triliun per tahun dibagi-bagi ke berbagai kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah, dan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) hanya mengelola Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun, kenaikan anggaran pendidikan cukup signifikan. Bahkan sebelum amanat itu dipenuhi, sejak 2005 pemerintah telah meluncurkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk menunjang program wajib belajar (wajar) sembilan tahun. 
     Sayangnya, di tengah kenaikan anggaran pendidikan dan besarnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan dasar dan menengah, masih terdapat anak Indonesia yang putus sekolah. Kita tercengang mengetahui jumlah anak SD sampai SMA yang putus sekolah pada 2010 mencapai 1,08 juta. Angka itu melonjak lebih dari 30 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa. Tak hanya itu, masih ada 3,03 juta siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi. 
Program sekolah gratis untuk tingkat SD dan SMP yang didengungkan pemerintah, ternyata belum sepenuhnya terealisasi.
      Seandainya pemerintah sedikit lebih peka dan peduli terhadap nasib pendidikan anak-anak marjinal, mungkin mereka tidak akan kehilangan hak mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Karena bagaimanapun juga merekalah penerus bangsa, mereka lah yang menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari.