Di Balik Kemegahan Jakarta (Manusia Kolong)...

jakarta....
kota yang dianggap surganya dunia bagi kebanyakan orang.
kota yang menjadi harapan bagi kaum pengangguran .
gedung-gedung yang berdiri megah, dan lampu kota yang menarik mata.
kota metropolitan, itulah Jakarta...
tetapi pernahkah kita sadari , bahwa Jakarta tidak semewah dan semegah yang kita kira?
disamping gedung-gedung kokoh itu, masih terdapat perkampungan-perkampungan warga miskin.
disamping apartemen-apartemen itu, tak sedikit warga yang tinggal di pinggiran sungai bahkan di bawah kolong jembatan. hanya beralaskan kardus dan rumah yang tak layak, mereka tinggal. contohnya, di kolong jembatan MT Haryono, Jakarta Timur.
rumah-rumah mereka hanya beralas tripleks dan kardus bekas hasil dari memulung.
sungguh mengenaskan hal itu masih terdapat di jakarta.
Gubuk yang rata-rata berukuran 1 meter x 2 meter itu dibangun menempel dengan langit-langit jembatan. Batang-batang bambu menjadi penyangga bangunan itu agar tempat tinggal tersebut tidak disapu banjir saat air sungai meluap.
Suherman, yang tidak tahu berapa umurnya, tinggal di salah satu gubuk bersama istrinya, Murbeha (55-an tahun). Mereka hampir 30 tahun tinggal di tempat itu. Bagi Suherman dan Murbeha, kolong jembatan ramah dan hangat.
Magnet Jakarta yang sangat kuat menarik pasangan asal Wonosobo, Jawa Tengah, ini hijrah ke Jakarta pada tahun 1977. Mereka terpaksa tinggal di kolong jembatan karena tidak punya saudara di Jakarta. Pekerjaan yang didapat pun hanyalah buruh kasar, seperti menjadi buruh pembersih batang bambu.
Mereka menjadi saksi pembangunan perluasan Jalan MT Haryono, dari hanya jalan biasa lalu ditambah jalan tol. "Dulu kami tinggal di tengah. Tetapi karena terlalu gelap, kami pindah ke pinggir sini," kata Murbeha yang tinggal di ujung selatan kolong jembatan itu.
sedangkan Di kolong jembatan Jalan Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan, sekitar 25 orang juga bertempat tinggal. Mereka adalah buruh galian dan penjaja mainan anak.
Sartoni (50), buruh galian asal Brebes.Ia mengaku tinggal di kolong jembatan ini sudah sejak tahun 1970. Kini dua anak laki-lakinya juga bergabung di sana, setelah di kampung tidak ada pekerjaan.
Kolong jembatan memang kumuh dan pengap. Tetapi di sana telah terbentuk ikatan, yang membuat orang-orang seperti Suherman dan Sartoni kuat untuk terus hidup. Ada kehangatan di kolong jembatan.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer