Bolehkah Kami (Baca: Kaum Urban) Bermimpi tentang Jakarta?

Satu alasan bagi ratusan ribu bahkan jutaan pendatang mengadu nasib di Jakarta adalah untuk mencari pencerahan nasib hidup. Di kampung yang masih jauh dari kemajuan, kaum urban merasa tidak memiliki harapan hidup yang cerah dan memilih untuk datang mengadu nasib ke Jakarta demi perubahan nasib yang positif.
Kebanyakan dari mereka (termasuk saya) datang dengan modal yang kurang memadai untuk ukuran kebutuhan kota besar seperti Jakarta. Bak berjudi dengan nasib, apapun akan dilakukan kaum urban untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak di Jakarta. Dan pandangan kaum urban dari tentang Jakarta adalah tempat untuk mewujudkan impian-impian mereka, Jakarta is a big dreams city.
Selepas lulus SMA di tahun 2009, saya yang belum berkesempatan untuk kuliah di jurusan yang saya idamkan karena faktor ekonomi, memilih untuk mengadu nasib di Jakarta dengan harapan saya dapat menabung untuk rencana kuliah yang mungkin akan saya tempuh mulai dari dua tahun mendatang. Dan dari pelosok Kota kecil di Jawa Timur yang bernama Ngawi, saya banyak bermimpi untuk mengadu nasib di Jakarta, dengan modal nekat saya pun berangkat ke kota impian tersebut, Jakarta.
Suka duka saya jalani selama hampir dua bulan untuk melamar pekerjaan di sana-sini, dan tentu masih setia menulis dengan laptop tua kesayangan saya. Akhirnya kerja keras saya membuahkan hasil dengan diterima sebagai asisten refraksionis di salah satu optik besar di negeri ini. Padahal pekerjaan yang baru saya jalani lima bulan ini jauh sekali dari jurusan dasar saya di SMA yakni jurusan IPS. Namun, saya sangat bersyukur sekali mendapatkan pekerjaan yang sedang saya jalani saat ini, hingga saya masih percaya bahwa Jakarta tetaplah kota impian untuk mewujudkan semua mimpi besar saya.
Namun, tidak semua kaum urban yang datang mengadu nasib di Jakarta mendapatkan kemudahan seperti yang saya alami. Banyak di antara mereka rela bekerja serabutan di Jakarta demi tetap mendapatkan sesuap nasi setiap harinya, bahkan pekerjaan-pekerjaan kotor pun rela mereka jalani demi tetap bertahan hidup. Semua bermuara pada satu hal yakni tetap berharap pada Jakarta sebagai kota impian mereka. Lebih baik pontang-panting di Jakarta yang masih banyak menyediakan peluang-peluang tersembunyi untuk mendapatkan penghasilan, dibandingkan kembali ke kampung yang masih jauh tertinggal dengan derap modernisasi dewasa ini.
Inilah yang seharusnya menjadi perhatian lebih pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya. Ketidakseimbangan serta ketidakmerataan penyebaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang membuat laju urbanisasi kian membludak tiap tahunnya. Masalah yang timbul di perkotaan pun kian menumpuk seiring lambannya tindakan pemerintah dalam menanggulangi semua itu. Percuma melakukan reurbanisasi atau bahkan trasnmigrasi jika sebatas memindahkan masyarakat tanpa disertai pembentukan denyut kehidupan yang berimbang.
Negeri ini sangat kaya, tapi mengapa kehidupan yang tampak kaya hanya terfokus pada secuil wilayah negeri ini saja? Bukankah seharusnya dengan kekayaan bangsa ini yang tersebar rata mampu memberikan penyebaran kesejahteraan yang merata pula?
Dan bukan salah kami (baca: kaum urban) jika tetap keukeuh datang berbondong-bondong ke Jakarta demi mengadu nasib hingga kota ini menjadi overload apabila kampung kami dibiarkan tetap tertinggal. Jika kampung-kampung kami mendapatkan porsi pembangunan yang seimbang dan merata, tentu kami tidak akan datang memenuhi Jakarta. Dengan pembangunan yang merata, kami tentu akan nyaman dan merasa terayomi untuk berkarya di daerah kami masing-masing demi kemajuan Nusa dan Bangsa.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer